Pada tahun 1962, Indonesia kedatangan beberapa Kereta Rel Diesel Hidraulik atau KRDH yang dikenal sebagai Kuda Putih atau julukan lainnya adalah Turangga Seta. Namanya tercipta dari sebuah emblem berbentuk Kuda yang tertempel di penutup semboyan tepat di bawah headlamp kabin masinis. Saat berdinas melayani penumpang, sarana ini terdiri dari hanya 2 unit kereta saja. KRDH seri 300, begitu nama resminya, tampil menawan yang diimpor dari pabrikan Glossing und Schöler GmbH, Jerman. Menurut beberapa sumber juga mengatakan bahwa kereta ini dulu pernah berdinas di Jakarta tidak lama hingga tahun 1965an serta menjadi KA Ekspress Jakarta-Bandung dan akhirnya melayani kebutuhan masyarakat Yogyakarta-Solo Balapan serta menjadi kereta lokal Yogyakarta-Purwokerto sebelum mendekati masa akhir tugasnya. Belasan tahun sebelum adanya KA Prambanan Ekspres atau PRAMEKS Kuda Putih inilah yang menjadi cikal bakalnya. Uniknya, KRD Kuda Putih ini merupakan KRD pertama yang beroperasi di Indonesia.
Letak mesin KRD ini berada di bagian depan kabin masinis seperti Bus Sekolah Foto: Frank Stamford, Agustus 1972 |
Hanya 10 unit yang didatangkan, dengan 3 unit berkode MADW dan sisanya berkode MBW. KRD Kuda Putih terbagi menjadi tiga jenis, yakni MADW-300 yang diklasifikasikan sebagai Kereta Kelas 1 serta dilengkapi ruang bagasi, mampu memuat 50 penumpang duduk, ditata dalam formasi kursi 2-2, serta 10 penumpang berdiri. Dengan ruang bagasi yang mampu menampung berat barang sekitar 3,5 ton. Sarana kelas ini juga nantinya akan turun kelas menjadi MCDW-300 yaitu Kereta Kelas 3 yang dilengkapi ruang bagasi. Sementara itu, MBW-300 atau Kereta Kelas 2 memiliki kapasitas muat yang lebih banyak dengan formasi kursi 3-2, dapat mengangkut penumpang berjumlah 81 orang, ditambah 12 di kursi lipat yang berada di dekat pintu dan 30 penumpang berdiri. Jumlah jendela samping menjadi pembeda antara keduanya. MADW-300 dengan 6 jendela besar dan 2 kecil, sedangkan MBW-300 dengan 6 jendela besar dan 1 jendela kecil. Keunikan Kuda Putih tidak hanya itu saja, melainkan pada emblem bergambar kuda yang menjadi ciri khasnya.
Test Run Kuda Putih saat masih di negara asalnya, Jerman Foto: Ray Gardiner |
Penampilan elegan yang dimiliki Kuda Putih ini tak hanya berasal dari body Stainless Steel berwarna silver mengkilat saja, melainkan pada emblem berbentuk kuda yang menjadi ciri khasnya. Kuda Putih ditenagai dengan mesin Detroit-GM 8V71 yang dapat menghasilkan tenaga sekitar 215 hp kemudian disalurkan ke transmisi sekitar 200 hp membuatnya hanya cocok untuk lintas datar, berbobot 32 ton dan panjang 18.690 mm. Berkapasitas 600 Liter bahan bakar serta transmisi hidrolik Voith Diwabus U+S. Mampu dipacu dengan kecepatan maksimal hingga 90 km/jam. Kuda Putih juga dapat beroperasi berpasangan ataupun sendiri, dengan fungsi yang unik ini menjadikan kelebihan tersendiri yang tidak dimiliki oleh sarana lain pada waktu itu. Sayangnya, masa kejayaan Kuda Putih mulai meredup di era 1970-an. Pada akhir 1980-an, KRD Kuda Putih menghentikan operasionalnya karena armada yang rusak dan tidak dapat diperbaiki karena kendala suku cadang yang langka serta perawatan yang tidak memadai. Kuda Putih ini diberhentikan operasionalnya walaupun okupansi yang dibilang cukup tinggi, beberapa sumber juga menceritakan momen saat beberapa penumpang berebut menaikinya.
Emblem berbentuk Kuda berwarna Putih yang menjadi ikon sarana ini. Foto: Agung Spoor |
Setelah berhenti beroperasi, kekosongan layanan komuter antara Yogyakarta dan Solo pun sangat disayangkan, memperlihatkan kurangnya perhatian PERUMKA yang merupakan pengelola pada waktu itu terhadap kebutuhan transportasi berbasis rel ini. Kendaraan yang dulu begitu diminati oleh masyarakat wilayah Yogyakarta-Solo dan sekitarnya ini sering kali harus ditarik oleh lokomotif karena mogok yang sering terjadi hingga menjadi kereta biasa yang ditarik lokomotif, meskipun demikian, kabin masinis tetap dipertahankan. Dari jumlah yang awalnya sekitar 10 unit, hanya satu yang bertahan sampai sekarang, yaitu MCDW300-001. Satu unit yang tersisa ini awalnya mangkrak di Dipo Solo Balapan lalu diunspoorkan serta menjadi mess pegawai yang sangat kumuh.
Monumen LPN-1 KRD Kuda Putih di Lempuyangan YK Foto: Erwin Djuni Winarto |
Namun, kisahnya tak berakhir begitu saja. Pada 30 November 2011, Pusat Pelestarian Benda Bersejarah bersama PT KAI memindahkan unit MCDW300-001 ke Stasiun Lempuyangan untuk dijadikan monumen, yang sebelumnya akan dirubah menjadi kereta pustaka. Hingga saat ini, Kuda Putih masih berdiri di sebelah timur Stasiun Lempuyangan meski terlihat kurang terawat. Monumen ini menjadi bukti bahwa KRD Kuda Putih pernah mengabdi untuk Indonesia khususnya wilayah DAOP 6 Yogyakarta, Meskipun masa kejayaannya berakhir pada akhir tahun 1980-an, Kuda Putih tetap teringat dan dikenang oleh para penggemar Kereta Api maupun masyarakat yang sempat menggunakan jasanya hingga saat ini.