Halaman depan Pabrik Gula Jatibarang, Juni 2023 Foto: Koleksi Penulis |
Pabrik Gula Jatibarang, salah satu ikon jejak kejayaan industri gula di Indonesia, memiliki sejarah panjang yang dimulai pada tahun 1842. Pabrik ini didirikan oleh Perusahaan NV Mij tot Exploitatie der Suiker Onderneming, dengan pemiliknya adalah Otto Carel Holmbreg, seorang wirausahawan Belanda. Bersamaan dengan Pabrik Gula Dukuhwringin di Slawi, Pabrik Gula Jatibarang menjadi bagian penting dalam perkembangan industri gula di Jawa khususnya di Kecamatan Jatibarang Kabupaten Brebes.
Awal mula pendirian Pabrik Gula Jatibarang tidak lepas dari upaya kolaborasi antara Holmbreg dan Lucassen. Pada awal Maret 1839, keduanya mengajukan petisi kepada Raja Willem I untuk mendapatkan kontrak gula guna membangun pabrik gula modern di Jawa. Atas dasar studi mandiri teoretisnya tentang pembuatan gula yang lebih modern, keduanya meminta agar diberikan kontrak gula untuk membangun sebuah pabrik gula seluas 600 hektar di Jawa.
Namun niat kerjasama Lucassen dan Holmberg untuk bersama-sama membangun pabrik gula akhirnya gagal karena masalahnya tidak satu pun dari mereka memiliki pengetahuan teknis yang diperlukan tentang pengelolaan tebu menjadi gula, mereka berdua memutuskan untuk membangun pabrik gula sendiri-sendiri. Lucassen memilih mengasosiasikan dirinya dengan Hoevenaar. Terkait kapasitas pengolahan yang optimal, mereka mengubah permintaan dari satu pabrik menjadi dua pabrik dengan masing-masing mendapatkan tanah 400 hektar. Namun, kesepakatan tersebut akhirnya gagal karena kurangnya pengetahuan teknis dalam pengelolaan tebu menjadi gula.
Suasana di dalam gedung Pabrik Gula yang terbengkalai setelah kurang lebih 7 tahun tidak beroperasi. Foto: Koleksi Penulis |
Pada tahun 1840 Menteri Koloni JC Baud mengeluarkan sistem kontrak gula. Lucassen yang dibantu Hoevenaar mendapatkan dana sebesar 120.000 gulden untuk pembelian mesin dan 130.000 gulden untuk pembangun pabrik. Sedangkan Holmberg secara independen meminta dan memperoleh kontrak gula yang identik, tetapi ia mendapatkan dana hanya sebesar 80.000 gulden, yang berarti bahwa ia harus menginvestasikan lebih banyak dari modalnya sendiri. Setelah dana persiapan untuk pembangunan pabrik, Lucassen dan Holmberg mengunjungi keluarga Hoevenaar di Paris. Dari tempat inilah Lucassen dan Holmberg menjalin kerjasama dengan pengusaha baja Perancis Derosne et Cail. Pengusaha inilah yang sebelumnya membuat mesin-mesin pabrikasi di Karibia dan Amerika.
Mereka berdua juga mengumpulkan para insinyur-insiyur muda asal Skotlandia untuk merancang pabrik. Setelah beberapa waktu menetap di Paris, Lucassen, Holmberg, dan Hoevenaar yang juga membawa para pekerja berangkat menuju Jawa menggunakan kapal. Kapal yang mereka tumpangi juga membawa mesin-mesin dan beberapa material bangunan yang digunakan untuk membangun pabrik. Berbulan-bulan lamanya mereka mengarungi lautan, hingga akhirnya mereka sampai di Pulau Jawa, mereka kemudian menuju sekitar Tegal yang wilayah tanahnya menjadi sistem kontrak gula.
Holmberg diberikan konsensi tanah dekat wilayah Slawi yang letaknya tidak terlalu jauh dengan Lucassen dan Hoevenaar yang mendirikan Pabrik Gula Kemanglen dan Dukuhwringin. Meskipun demikian, Holmbreg tetap membangun Pabrik Gula Jatibarang dengan tekad kuat. Dengan dukungan dana sebesar 80.000 gulden, ia memulai konstruksi pabrik tersebut pada tahun 1842. Kolaborasi dengan pengusaha baja Perancis, Derosne et Cail, serta rekruitmen insinyur muda asal Skotlandia menjadi kunci dalam merancang dan membangun pabrik ini.
Gerbang Pabrik gula Jatibarang Foto: Koleksi Penulis |
Perjalanan menuju kesuksesan tidaklah mudah bagi Holmbreg. Namun, dengan keberaniannya, ia berhasil mendirikan dua pabrik gula sekaligus: Pabrik Gula Adiwerna di Ujungrusi pada tahun 1841, dan Pabrik Gula Jatibarang pada tahun berikutnya. Kedua pabrik ini dibangun dengan sistem tanam paksa, yang pada masa itu menjadi praktek umum dalam industri gula. Kesuksesan Pabrik Gula Jatibarang membawa dampak besar bagi industri gula di Indonesia. Investasi dari para pengusaha Belanda menghasilkan pembangunan beberapa pabrik gula lainnya, seperti Pabrik Gula Banjaratma dan Pabrik Gula Ketanggungan Barat di Brebes.
Setelah berhasil mendirikan dua buah pabrik gula, Holmberg membangun sebuah pabrik gula lagi di Pagongan yang dibangun pada tahun 1848. Beberapa tahun kemudian perusahaan gula milik Holmberg ini mengalami kesuksesan, bahkan bisa mengalahkan kesuksesan Lucassen dan Hoevenaar yang lebih senior. Hal ini membuat Holmberg menjadi salah satu pengusaha paling sukses yang dimiliki oleh Belanda.
Turntable mini milik Loko Tebu, Halaman Lokomotief Remise Djatibarang Foto: Koleksi Penulis |
Jalur kereta lori PG Jatibarang yang mengakut tebu dibangun tahun 1916 ini terhubung dengan Pabrik Gula Adiwerna dan Balapulang serta terhubung juga dengan Pabrik Gula Banjaratma. Pada masa itu perusahaan Pabrik Gula Jatibarang bekerjasama dengan NHM Nederlandsche Handel-Maatschappij yaitu sebuah perusahaan dagang Belanda untuk mengekspor hasil distribusi gula ke Eropa. Kesuksesan Holmberg inilah yang membuat para investor Belanda membangun sebuah perusahaan industri gula lainnya di Brebes, maka beberapa tahun kemudian Belanda membangun Pabrik Gula Banjaratma dan Pabrik Gula Ketanggungan Barat (Pabrik Gula Kersana).
Setiap tahun, saat musim pemanenan tebu tiba, sebuah tradisi yang kaya akan warna dan kegembiraan terjadi di wilayah Brebes bagian barat. Dikenal sebagai metikan atau bancakan, tradisi ini telah menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya lokal selama bertahun-tahun. Salah satu momen paling dinanti dalam tradisi ini adalah "Manten Tebu". Boneka-bonekaan yang terbuat dari batang tebu dihias sedemikian rupa sehingga menyerupai pasangan pengantin. Dalam sebuah prosesi yang meriah, boneka-bonekaan ini diarak keliling kota oleh para pemuda dan pemudi setempat. Merupakan simbol dari hasil panen yang melimpah, Manten Tebu mengisyaratkan kebahagiaan atas kesuksesan musim panen yang berlimpah. Tak hanya sekadar prosesi pengarakan, Manten Tebu juga diikuti dengan acara walimahan. Para pegawai pabrik gula dan masyarakat setempat berkumpul untuk merayakan kesuksesan musim panen.
Lokomotief Remise 1916 Suikerfabriek de Djatibarang Foto: Koleksi Penulis |
Didalam Pabrik Gula Jatibarang ini juga lengkap dengan bangunan Lokomotief Remise yang dibangun pada 1916 silam, lokasinya berada di belakang pabrik, namun masih dalam satu kawasan. Bangunan ini bukan hanya tempat untuk beristirahatnya lokomotif uap sebelum atau sesudah bekerja keras menarik kereta tebu, tetapi juga menjadi daya tarik utama bagi para pengunjung. Tak heran jika lokasi ini sering diabadikan dalam foto-foto wisatawan yang tak ingin melewatkan momen selfie mereka di sini. Beberapa unit lokomotif uap maupun diesel mantan penarik kereta tebu juga masih terparkir di pintu remise.
Selama berabad-abad, Pabrik Gula Jatibarang terus berkembang dan beradaptasi dengan perubahan zaman. Namun, seperti halnya banyak perusahaan bersejarah lainnya, Pabrik Gula Jatibarang juga mengalami berbagai perubahan kepemilikan dan struktur manajemen seiring berjalannya waktu. Hingga akhirnya, pada tahun 2017, pabrik ini menghentikan operasinya dan beralih menjadi objek wisata bersejarah dan agrowisata yang dikelola oleh pemerintah daerah setempat.
Label
Historia KA