Sejak sekitar tahun 1914an sebuah jembatan berarsitektur belanda berdiri sangat kokoh di atas Sungai Keruh Bumiayu. Jalur lintas tengah ini menjadi jalur vital bagi Kereta Api Jakarta-Solo dengan 16 kereta penumpang dan 4 kereta barang lainnya setiap hari. Lebih dari setengah abad kemudian, tepatnya pada 18 Maret 1972, sesuatu yang tak terduga terjadi pada jembatan yang dikenal dengan nama sakalimalas atau sakalibel tersebut.
Jarak antara Stasiun Bumiayu dan Kretek Google Maps |
Sayangnya, KA Djaja III relasi Surabaya-Gambir dari arah Purwokerto sudah berjalan langsung di Stasiun Kretek menuju Bumiayu sebelum Ramli dan yang lainnya tiba di Stasiun Kretek, usaha mereka pun tidak membuahkan hasil. KA Djaja III tersebut dengan cepat mendekati lokasi perkara, melewati beberapa pos yang dibuat oleh warga setempat. Namun Masinis tidak menghiraukan tindakan warga tersebut. Dalam suasana hujan yang turun begitu deras, warga di pos terakhir tetap bersemangat bekerja sama berjibaku untuk berusaha memberi tanda bahaya dan memberhentikan jalannya KA tersebut.
Keberanian warga Adisana tergambar saat mereka memberikan tanda bahaya kepada Masinis KA Djaja III, mencegah malapetaka besar yang mungkin terjadi dan merenggut ratusan nyawa. (Sumber: Alik Setiawan) |
Setelah beberapa pos dilewati, Masinis pun menyadari ada hal yang tidak beres di depan. Beruntung, sang Masinis pun berhasil memperlambat laju kereta hingga memberhentikan Kereta yang dibawanya. Setelah Masinis mengetahui peristiwa tersebut dan jembatan tidak dapat dilalui, kemudian Masinis berkoordinasi dengan ASP dan pihak Stasiun terkait untuk Mendorong mundur rangkaian KA Djaja III kembali ke Stasiun Kretek yang berjarak sekitar ±8 KM dari lokasi kejadian. Langsir mundur ini bertujuan untuk mengamankan rangkaian Kereta Api dari petak jalan yang tidak aman.
Setelah beberapa hari, tepatnya pada 28 Maret 1972 Pemerintah Pusat mengapresiasi keberanian enam warga Adisana, diantaranya Dasori, Bau Ramli, Chaeruddin, Rakub, Rais, dan Tjatam. dengan memberikan hadiah berupa uang tunai sebesar Rp. 30.000 (pada waktu itu nominal tersebut terbilang cukup banyak), piagam penghargaan, dan tiket KA gratis semua jurusan selama 6 bulan. Presiden Soeharto juga turut memberikan apresiasi dengan menghadiahkan 6 ekor kerbau untuk keenam orang tersebut.
Menteri Perhubungan Frans Seda menandatangani sebuah piagam. Panggung sederhana didirikan di pinggir rel untuk acara ini. (Sumber: Perpusnas) |
MENHUB Frans Seda berpidato, dengan latar belakang SDN 1 Adisana (Sumber: Perpusnas) |
Enam orang warga dan perangkat desa Adisana yang mendapat penghargaan. (Sumber: Perpusnas) |
Desa Adisana sendiri tidak luput dari apresiasi. Sebagai bentuk hadiah kepada warga Desa Adisana, Pemerintah Pusat mendirikan sebuah Sekolah Dasar. Beroperasi dengan nama SD Djaya, yang terinspirasi dari nama kereta, KA Djaja III. (sekarang menjadi SD Negri 1 Adisana). Sekolah Dasar ini masih berdiri hingga saat ini dan terletak sekitar ±15 meter dari rel KA, tidak terlalu jauh dari rel kereta api. Bukan hanya itu, Pemerintah juga mendirikan monumen simbolis Berwujud Pak Tani yang memperagakan sedang menghentikan KA, namun monumen ini tidak bertahan lama serta kurangnya dokumentasi yang tersisa.
Prasasati yang masih ada di SD jaya, sebagai bukti akan keberanian masyarakat Desa Adisana. Prarsati terlihat masih dalam ejaan lama. (Sumber: Perpusnas) |
SDN 1 Adisana dengan latar belakang Jembatan Sakalibel (Sumber: Perpusnas) |
MENHUB beserta rombongan duduk di ruang kelas SDN 1 Adisana. Nampak panggung acara di latar belakang (Sumber: Perpusnas) |
Dalam foto tersebut merupakan para siswa SD jaya Angkatan awal, bisa dilihat dari seragam dan tidak bersepatu dan para guru Foto: Agus Taufik |
Juli 1972, Kementerian Perhubungan dan Perusahaan Nasional Kereta Api (PNKA) merespons cepat, memulai proses perbaikan jembatan, yang berlangsung selama tiga bulan penuh dengan penggantian tiang menggunakan rangka baja dan penggantian jalur rel baru. Menggantikan tiang serta rangka besi. Puncaknya, Menteri Perhubungan Frans Seda pada waktu itu meresmikan pilar jembatan baru pada 16 Juni 1972, seiring dengan peresmian SD Djaya Adisana. Warga Adisana dijamu dengan jamuan makan istimewa oleh Perusahaan Nasional Kereta Api (PNKA) dari kereta khusus, memberikan pengalaman kuliner yang belum pernah mereka rasakan sebelumnya.
Dokumentasi asli proses perbaikan tiang jembatan Sakalimalas yang runtuh Foto: Agus Taufik |
Kondisi di sekitar pilar yang runtuh. Nampak bongkahan pilar di sisi kanan pilar baru, bergeser sekitar 50 meter dari posisi aslinya Foto: Harriman Widiarto |
Rangkaian KLB Ujicoba bersiap melintasi jembatan Sakalimalas (Sumber: Perpusnas) |
Meskipun dokumentasi visual sulit ditemukan, partisipasi warga dari berbagai wilayah, termasuk Ajibarang, tetap menjadi bagian tak terpisahkan dari peristiwa tersebut. Meskipun patung simbolis Pak Tani sebagai pengingat penyelamatan kereta api kini telah hilang, cerita heroik ini terus dikenang oleh berbagai generasi Desa Adisana, menjadi bukti nyata apresiasi terhadap keberanian individu, solidaritas, dan kebaikan yang membentuk kejadian bersejarah ini. Menjadikan Tiang Besi dan SDN 1 Adisana sebagai saksi bisu atas ketangguhan dan keberanian warga setempat Desa Adisana. Meski patung simbolis telah hilang dan tidak membekas, artikel ini berupaya merawat dan melestarikan sejarah yang berkaitan, membangkitkan kepedulian masyarakat dalam menjaga warisan sejarah yang tak ternilai.