Sejak awal, nama Kereta Pustaka Indonesia telah mencerminkan esensi kesusastraan dan fungsi edukatifnya. PT KAI memperkenalkan kereta yang tak sekadar mengangkut penumpang, tetapi juga menginspirasi pengetahuan. Sejak tahun 1980, gerbong dengan nomor seri B 0 80 01 ini memulai perannya sebagai gerbong bagasi yang menawarkan kelebihan dalam daya angkut, efisiensi, dan kesadaran lingkungan. Sebelumnya, gerbong ini dikenal sebagai Kereta Rel Diesel MCW (KRD MCW), sarana yang khas dengan tutup semboyan mirip dasi kupu-kupu.
Setelah 31 tahun berperan menjadi gerbong bagasi, PT KAI akhirnya memutuskan untuk mengubahnya menjadi kereta pustaka dan museum sejarah kereta api di Indonesia. Pada 22 Juni 2011 proses modifikasi pun dilakukan di Balai Yasa Manggarai, Jalarta. Dengan cepat, kereta ini berubah wujud menjadi perpustakaan berjalan yang menawan.
Diwarnai dasar putih, eksteriornya dihiasi dengan lima gambar stasiun cagar budaya di DKI Jakarta, seperti Stasiun Tanjung Priok, Stasiun Jakarta Kota, Stasiun Manggarai, Stasiun Pasar Senen, dan Stasiun Jatinegara, serta bangunan bersejarah terkait operasional kereta api di Indonesia, seperti Lawang Sewu, Kantor SCS Tegal, Stasiun Kediri, Stasiun Cilacap hingga Stasiun Cirebon.
Menilik interiornya, kendati namanya Kereta Pustaka Indonesia, kereta ini tidak melulu berisikan buku-buku atau literatur lain yang berkaitan dengan kereta, namun dalam gerbong yang disulap menjadi perpustakaan lesehan ini, para pengujung juga dapat menikmati pemutaran film, permainan yang bernuansa kereta api, juga pajangan foto bersejarah lengkap dengan informasinya.
Setelah perjalanan panjang sebagai KRD MCW dan perannya sebagai gerbong bagasi, Kereta Pustaka Indonesia kini menikmati masa pensiunnya di Museum Kereta Api Ambarawa dengan dipadukan bersama Lokomotif CC 200 15, tiada tujuan lain dari penyandingan ini, selain sebagai sarana edukasi perkeretaapian Indonesia.
Label
Sarana KA