Pada tahun 1963, lintas Yogyakarta – Solo dikenalkan dengan sosok Kereta Rel Diesel (KRD) MCW 300 KA Kuda Putih, yang menjadi tonggak awal kereta komuter di Indonesia. Namun, perlu waktu untuk daerah lain menikmati layanan serupa. Generasi berikutnya dari kereta komuter berasal dari Negeri Sakura, Jepang.
Pada tahun 1976, bersamaan dengan pengadaan Kereta Rel Listrik (KRL) untuk lintas Jabodetabek, pemerintah juga mengimpor KRD MCW 301 dan MCW 302 dari Nippon Sharyo, Jepang. Kehadiran KRD sangat penting bagi PT KAI karena lintasan dengan sistem elektrik masih terbatas, belum seperti sekarang. KRD MCW 301 dan MCW 302 merupakan unit kereta rel diesel hidrolik (KRDH) dengan sejarah panjang. MCW301 tiba pada tahun 1976, sementara MCW302 datang antara tahun 1980 hingga 1982.
Kereta ini terbagi menjadi dua tipe, yakni MCW 301 dan MCW 302. Kereta ini didatangkan bersama KRL Rheostatik dan dibuat oleh pabrik yang sama, oleh karena itu desain bodinya cukup mirip. Desain kereta ini juga cukup mirip dengan KRD di Jepang, yaitu KRD JNR seri KiHa 20 dan 52 namun kacanya mirip seri KiHa 58. Kereta ini bertenaga diesel hidraulis, karena pada masa itu beban gandar jalur KA Indonesia masih rendah. Penampilan yang mencolok dari KRD ini adalah tutup semboyan berbentuk "dasi kupu-kupu" yang berada di atas kaca kabin masinisnya.
KRD JNR seri KiHa 52, Jepang Foto: Wikipedia |
KRD ini telah berpengalaman mengelilingi sebagian besar jalur kereta api di Jawa dan ada pula yang pernah berdinas di Sumatera Utara serta Sumatera Selatan. Sepanjang kariernya, berpengalaman dinas kereta komuter unggulan dari era PJKA, Perumka, hingga PT Kereta Api Indonesia. Armada KRD MCW sering dipakai untuk rangkaian kereta api komuter, baik pada jalur utama maupun jalur cabang dan untuk jarak pendek serta jarak menengah.
Awalnya, KRD ini menggunakan mesin Shinko DMH17H dan transmisi hidromekanik Niigata-Shinko TCR 2.5 (disebut juga sebagai KRD Shinko-Shinko) yang merupakan tipe yang digunakan juga pada KRD yang cukup serupa di Jepang seperti KRD JNR seri KiHa 52 dan 58. Namun, untuk memperpanjang usia pakai dan meningkatkan kehandalan maka beberapa tahun kemudian mesin KRD ini diubah menjadi Cummins NT855 R5 serta transmisi Voith T211r. Untuk KRD yang didatangkan pada tahun 1987 sejumlah 28 unit sudah menggunakan mesin Cummins sejak awal berdinas, sementara sisanya diubah mesinnya di PT INKA Madiun.
KRD MCW 301 (1976-1991)
Hadir pada tahun 1976, KRD ini memiliki dua pintu di setiap sisinya, dua pintu masuk kabin masinis, dan pintu depan kabin masinis yang difungsikan untuk mempermudah hilir mudik penumpang ketika akan digandeng. Rangkaian eks-KRD MCW 301 ini bisa dilihat dari pintunya yang ada dua dan memiliki tangga untuk peron rendah. KRD ini merupakan KRD kelas ekonomi (KD3) dan menggunakan kursi kereta kelas ekonomi jarak jauh pada awalnya.
KRD ini hanya berjumlah 24 buah dengan nomor MCW 301001-MCW 301024 (KD3 76101-KD3 76124 saat penomoran tahun 1986 dan masih sebagai KRD) atau enam rangkaian, dan saat ini KRD MCW 301 sudah tidak lagi terlihat wujudnya sebagai KRD tetapi hanya sebagai gerbong ekonomi non-AC untuk kereta lokal di Daerah Operasi I Jakarta maupun Daerah Operasi II Bandung. Sementara KRD yang tidak dijadikan kereta penumpang biasa akhirnya mangkrak atau dirucat.
KRD MCW 302 (1978-sekarang)
KRD MCW 302 diimpor pada tahun 1978 sampai dengan 1987 dengan jumlah 112 unit. Sedikit berbeda dengan KRD MCW 301, rangkaian ini memiliki tiga pintu pada tiap sisinya dan dilengkapi toilet, meskipun toilet di kereta tersebut tidak semuanya dihilangkan khususnya sejak dekade 2000-an. Tidak seperti MCW 301 yang sudah rusak sejak akhir dekade 80-an, rangkaian MCW 302 ini sebagian besar masih mampu beroperasi sebagai KRD hingga lebih dari 30 tahun. Karier KRD ini digunakan untuk kereta komuter jarak dekat hingga jarak sedang di berbagai tempat di Indonesia. Pada tahun 1995-1999 dilakukan modifikasi terhadap KRD MCW 302 karena faktor usia dan ketidakhandalan pada mesin Shinko, yang juga ditandai dengan rusaknya kakak dari KRD ini, yaitu KRD MCW 301. Oleh karena itu, PT INKA Madiun bekerja sama dengan Japan International Cooperation Agency (JICA) atau badan kerja sama internasional Jepang melakukan modifikasi terhadap 68 unit KRD ini (kecuali 28 unit krd mcw 302 sudah bermesin cummins dari pabrikanya).
Saat ini banyak armada mangkrak ataupun masih pemeliharaan dikarenakan faktor usia dan daya mesin serta transmisi, yang masih beroprasi diantaranya beberapa komponenya dari kanibal KRD MCW yang mangkrak dan memiliki sparepart bagus dari stok gudang perawatan atau sparepart dari cummins dan voith walau biayanya tidak sedikit karena tersebut memiliki mesin per rangkaian, jika tidak memungkinkan akan diganti mesinya dan transmisi seperti KRDI (contoh: KRD Kedung Sepur dan RailClinic naik tenaga hingga 430 Horsepower US dan transmisi Voith T211Re.4)
Rangkaian modifikasi ini menggunakan mesin Cummins, dan rangkaian yang mesinnya tidak berfungsi juga dijadikan sebagai gerbong kereta ekonomi lokal non-AC di Daerah Operasi I Jakarta maupun Daerah Operasi II Bandung,[2] atau menjadi kereta bagasi. Sementara sisanya mangkrak di Balai Yasa Manggarai dan Balai Yasa Yogyakarta.
Kereta eks-KRD (1990-an hingga 2017) Kereta eks-KRD di Pulau Jawa
Kereta penumpang yang dimodifikasi dari KRD MCW |
KRD-KRD ini ada yang dimodifikasi menjadi kereta ekonomi (K3), kereta ekonomi dengan pembangkit listrik (KP3), dan kereta bagasi (B). Sebagian kereta eks-KRD yang merupakan modifikasi dari KRD MCW 302 (untuk kereta buatan tahun 1978, 80, dan 81) juga mengalami modifikasi pengurangan jumlah pintu dari 3 unit per sisi menjadi 2 unit per sisi dan dirancang dengan tangga untuk peron rendah, sama seperti kereta eks-KRD MCW 301. Untuk pengoperasiannya, rangkaian eks-KRD MCW 301 dan MCW 302 sama-sama beroperasi di Daerah Operasi I Jakarta dan Daerah Operasi II Bandung. Untuk rangkaian yang dioperasikan di Bandung sudah menggunakan AC Split. Untuk kereta bagasi eks-KRD, awalnya dioperasikan sebagai kereta api barang cepat rute Jakarta - Surabaya maupun digandengkan dengan kereta api jarak jauh milik Daop I seperti Sembrani, meskipun akhirnya sejak kedatangan kereta bagasi baru dari INKA maka kereta ini disambungkan bersama kereta api lokal tujuan Rangkasbitung, Merak, dan Purwakarta hingga akhir masa dinasnya.
Sejak tahun 2015, seluruh kereta eks-KRD di Daop I Jakarta sudah tidak beroperasi lagi, dan pada awalnya kereta-kereta ini diparkir di Pengawas Urusan Kereta (PUK) Stasiun Manggarai, lalu dipindah ke Stasiun Tanjung Priok, dan seiring makin sibuknya Stasiun Tanjung Priok, maka akhirnya kereta-kereta eks-KRD ini dipindah ke Stasiun Dawuan. Sementara kereta eks-KRD milik Daop II Bandung pun mulai dipensiunkan sejak kedatangan kereta ekonomi biasa pada tahun 2017, meskipun kereta-kereta ini sempat dipasang AC dan juga menggunakan livery terbaru.
Kereta eks-KRD di Sumatera Utara
Gerbong Bagasi ex KRD MCW, Sumatera Utara Foto: Maulana BB204 |
KRD ini didinaskan untuk beberapa kereta komuter unggulan, antara lain, Patas Bandung Raya, Bumi Geulis, Prameks, Komuter Susi, Komuter Sulam, Kedung Sepur, Bandung-Cicalengka, dan rangkaian sementara Bathara Kresna. Kereta ini juga telah dicat dengan berbagai livery. Pertama, livery PJKA yaitu merah-putih untuk kelas bisnis dan hijau-kuning untuk kelas ekonomi, lalu livery Perumka yaitu hijau-biru untuk kelas bisnis dan merah-biru untuk kelas ekonomi, dan pada era PT KA, kereta ini sempat dicat dengan berbagai warna, berdasarkan Daop yang mengoperasikannya. Namun, KRD yang mengalami pemeliharaan akhir (PA) sejak 2015 mulai dicat dengan livery "Kesepakatan" semenjak dioperasikannya kereta api Jayabaya. Pintu kereta untuk kelas bisnis berwarna abu-abu, sedangkan untuk kelas ekonomi berwarna orange. Namun, ada yang pintunya hanya dicat mengikuti warna bodi kereta. Pengecualian berlaku untuk kereta bisnis; kereta bisnis tidak diberi nomor seri MCW 302 tetapi MBW karena huruf "B" dan "C" merupakan kode kelas kereta bisnis dan ekonomi pada zaman Staatsspoorwegen. Beberapa KRD MCW banyak yang mengalami modifikasi, seperti perbaikan pada interior maupun fungsinya yang telah mengalami perubahan, seperti RailOne, Wijayakusuma, atau KRD NR yang biasa dikenal sebagai Djoko Tingkir.
RailLibrary dan RailClinic merupakan kereta yang dimodifikasi dari KRD MCW Foto: Galih Restu Sangaji |
Perbedaan utama dengan desain KRL adalah pintu akses. MCW 301 memiliki dua pintu di setiap sisi, serta satu pintu depan untuk mempermudah penumpang saat penggabungan rangkaian. Sementara MCW 302 memiliki tiga pintu di setiap sisi, dengan satu pintu depan yang menghubungkan dengan toilet. KRD ini awalnya menggunakan mesin dan transmisi hidrolik buatan Shinko. Namun, antara tahun 1995 hingga 1999, 64 unit MCW302 secara bertahap mengalami konversi mesin ke Cummins, yang dilakukan oleh PT INKA Madiun dengan dukungan pembiayaan dari Jepang (JICA). Beberapa unit MCW301 yang tidak aktif juga dimodifikasi menjadi kereta ekonomi (K3) yang beroperasi di wilayah Daop I dan Daop II.
Posisi pengoperasian kereta terletak bagian depan rangkaian posisi sebelah kanan sekaligus komponen kelistrikan (bagian kiri untuk asisten, kecuali jika tersambung antar rangkaian akan jadi tempat pintu lalu-lalang atau kursi tambahan penumpang) dan bagian tengah kabin KRD untuk sambungan jalan penumpang antar rangkaian). Jika mengamati bagian kolong KRD tersebut, mesin tersebut berbasis cummins nt855 seri r5 (mirip dengan BR kelas 150) yaitu 6 silinder segarais horizontal dengan turbocharger dan intercooler berbasis radiator (posisi mesin tidak benar-benar lurus horizontal, hanya miring 10°) dan menyatu transmisi voith t211r (tanpa terpisah dari mesin) dan terhubung dengan garadan yang fleksibel untuk mengerakan roda belakang (Kecuali roda depan) karena 1 mesin dan 1 bagian pengerak saja. Dan gardan kecil dari mesin buat kompreseor udara dan Altenator untuk kelistrikan per rangkaian (jika mesin hidup), cara mengendarainya cukup mudah, ketika di gas kencang terdengar suara mesin cukup membuat bising serta siulan turbo mirip dengan bis gigi otomatis. Menggunakan 2 percepatan transmisi voith (gigi 1 0 km-45 km, gigi 2 45 km-90 km) menyebabkan mesin bekerja ekstra keras dan berakibat turun mesin (sama seperti mesin DMH17H berbasis 8 silinder segaris serta transmisi TCR 2.5 berbasis single ratio gear berakibat mesin cepat rusak) akan tetapi cara gas tersebut berbeda dengan kereta diesel eletrik yang di gas sedikit sanggat mudah jalan. Jika transmisi otomatis hidraulis memiliki percepatan tertentu akan memiliki karakter kerja mesin cukup halus (contoh: ZF 6AP2500R memiliki enam percepatan maju atau mundur menyebabkan mesin halus dan bertambah tenaga dan top speed saat bawa penumpang serta mampu dengan medan curam) berbeda. Hanya mengandalkan 2 percepatan dari torsi konverter sebagai gigi 1 dan kopling hidraulis sebagai gigi 2 serta gear final ratio tipe overdrive sehingga cara gas pun harus penuh yang menyebabkan mesin kereta tersebut turun mesin (kadang-kadang di geber jika tidak ada tenaga, kadang juga di gas penuh di rel menanjak atau mengerem dari transmisi ataupun juga ketika memanaskan mesin dan kompresor udara. Bukan KRD ini saja cara mengendarai seperti itu beberapa KRDH lainya dan lokomotif transmisi sama, kecuali posisi kecepatan penuh) akan tetapi karena mesin tersebut juga transmisi kurang sesuai di daerah tanjakan curam seperti jalur bogor sampai padalarang dan beban di bawa cukup berat sehingga perawatan juga cukup ekstra.
Interior KRD MCW Foto: Wikipedia |
Jajaran armada yang berbasis gearbox hidrolik memiliki penyakit langganan yaitu:
- oli mesin cepat kotor atau habis (exchanger heat oil engine (oil cooler) mati atau tidak ada ataupun tersumbat),
- tidak menggunakan sistem terpisah (suhu air radiator mesin berbeda dari intercooler radiator (aftercooler liquid) yang sanggat panas, akibatnya sistem air radiator menyatu dan kurang maksimal),
- tidak ada sistem pendingin oli hidraulis (oil cooler hydraulic AT transmission) yang berpengaruh pada umur komponen dan lain-lain
- dan masalah terbesar adalah rasio tenaga dan torsi per rangkaian untuk medan dilalui serta bobot yang di pakai Dan rasio gigi untuk transfer tenaga
Meskipun telah mengalami transformasi, beberapa KRD asal Jepang masih beroperasi hingga saat ini. Dengan pembaruan karoseri, KRD dari Jepang hadir dengan segar dalam layanan KA Prameks, KA Janggala, KA Delta Express, KA Keduh Sepur, dan KA Madiun Jaya.
KA Kedung Sepur, Satu-satunya KA Penumpang yang masih menggunakan rangkaian KRD MCW hingga saat ini Foto: Flickr |
Spesifikasi teknis KRD MCW 301 dan MCW 302 meliputi:
- Jenis mesin: Cummins NT 855 R5
- Jenis transmisi: Voith T 211 r
- Jumlah pintu: 2 (MCW 301), 3 (MCW 302)
- Tahun konversi (MCW 302): 1995-1999
- Daya keluaran mesin: 206 kW = 276 HP
- Daya keluaran transmisi: 194 kW = 260 HP
- Kecepatan maksimum: 90 km/h
- Massa total rangkaian: 189,6 ton (4 kereta)
Dengan peran pentingnya dalam pengembangan sistem kereta komuter di Indonesia, KRD MCW 301 dan MCW 302 tetap menjadi ikon dalam sejarah perkeretaapian negara ini.